ULLEN SENTALU
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak

KAJIAN

Artikel Riset Museum Ullen Sentalu tentang Jawa dan Nusantara

Perkedel Bukanlah Akronim dari “Persatuan Kentang dan Telur”

22/2/2023

0 Comments

 
Picture
Perkedel rasanya sudah terbilang sebentuk makanan yang dikenal oleh banyak orang se-Indonesia. Wujud makanan berbentuk agak membulat dan berdimensi mudah gigit ini mudah ditemukan di meja makan dan lemari makan berjuta-juta keluarga se-Indonesia. Perkedel termasuk menu jualan di rumah-rumah makan masakan Padang dan warung-warung Tegal (warteg), yakni dua jejaring utama penjaja hidangan Nusantara di berbagai daerah se-Indonesia. Ada juga beberapa warung soto yang turut menyajikan perkedel sebagai pilihan sajian tambahan, entah digigiti sebagai lauk maupun dicemil, atau malah disuwir-suwirkan menjadi pemeriah isi mangkuk sotonya.  Resep memasak perkedel dengan segala variannya memang sudah menjadi pengetahuan bersama yang menyebar luas lagi turun-temurun di Indonesia. 
Bakronim
Mungkin Anda bahkan pernah menemukan di antara konten unggahan media sosial bahwa penamaan perkedel adalah akronim dari kata-kata “persatuan kentang dan telur”. Hal ini tidak sedikit yang rupanya memercayainya. Pasalnya lazimnya orang Indonesia mengenal varian utama perkedel memang berbahan kentang yang dihaluskan serta lantas diadon bercampur dengan telur.

Nyatanya tafsir perkedel sebagai singkatan “persatuan kentang dan telur” lebih merupakan fenomena bakronim, yakni singkatan bernuansa cocokologi yang diada-adakan untuk menghadirkan deskripsi atau penjelasan bersifat memikat perhatian terhadap suatu kata atau istilah. Akurasi kebenaran penjelasan semacam itu nyatanya sering meragukan. Penamaan perkedel dianggap berasal dari penyingkatan “persatuan kentang dan telur” nyatanya suatu salah kaprah.

Ketimbang terjerumus kepada cocokologi “persatuan kentang dan telur”, kita bisa memeroleh kisah asal-asul terverifikasi tentang perkedel dari buku Rijstaffel: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870-1942 karya sejarawan pakar sejarah kuliner, Fadly Rahman. Perkedel yang kita kenal sekarang ternyata satu di antara pengaruh budaya Indies, yakni percampuran budaya antar berbagai etnis Nusantara maupun Luar Nusantara pada sepanjang masa Kolonial Belanda. Hibridasi penghasil budaya Indies melibatkan pengaruh unsur-unsur Eropa dengan khususnya diwakili Belanda, Tionghoa, Bumiputra semacam Jawa dan Sunda hingga aneka etnis lain, juga Arab.

Daging Cincang Goreng
Menurut Fadly Rahman dalam halaman 77 buku Rijstaffel, perkedel sebagai sebentuk makanan berikut penamaannya adalah bersumber dari frikadel , salah satu jenis makanan dalam kuliner negeri Belanda. Sebagaimana perkedel, frikadel berbahan dasar kentang dihaluskan.  Namun, pakem asli frikadel menyertakan adanya banyak kandungan daging cincang, bisa berupa daging sapi, daging babi, juga ikan.

Penelusuran internet memakai kata kunci frikadel via mesin pencari Google menunjukkam bahwa frikadel adalah dikenal secara tradisional tak cuma di Belanda, tapi di Belgia, Jerman, Austria, Denmark, serta Swedia. Jika merujuk ulasan buku Aarsrivale, scheldkarbonades en terminale baden karya Ewoud Sanders dan Etymologisch woordenboek van het Nederlands (Kamus Etimolgi Bahasa Belanda), frikadel j telah dikenal dan mendapatkan namanya setidaknya dari abad XVI Masehi.

Di Belanda dan negara-negara Eropa tadi, pakem utama frikadel berupa sejenis racikan daging cincang berdimensi mudah gigit berbentuk kepalan membulat maupun agak dipipihkan menjadi bundar tebal. Manakala merujuk cara olahnya dalam khazanah boga Jerman, makanan ini dihasilkan memakai teknik goreng mentega ataupun deep fried. Daging cincangnya sebelum digoreng dicampur dengan telur.  Bumbu utamanya adalah bawang goreng cincang.  Bumbu lainnya adalah garam, merica, peterseli, hingga pala. Ada juga yang menambahkan moster atau jinten. Bahan lain yang termasuk dapat disertakan sebagai campuran adalah roti tawar yang dilembekkan dalam air atau susu, atau bisa juga memakai breadcrumb alias tepung roti.

Menilik bahan, bentuk, dan pengolahannya, frikadel agaknya malah terlihat sebagai makanan yang kini bagi orang-orang Indonesia lazim disebut sebagai bola-bola daging. Dalam khazanah boga Nusantara, olahan daging berbentuk bulat dengan permukaan sengaja dibikin tidak rata dan memiliki tonjolan maupun rekahan ini dapat ditemukan menjadi bagian sejumlah masakan antara lain semur, sambal goreng, dan sup.   

Versi Lokal Indonesia
Saat frikadel dibawa orang-orang Belanda ke wilayah Koloni Hindia Timur miliknya di Asia Tenggara, cikal bakal tapak negeri bagi Indonesia moderen, muncul kecenderungan penggunaan kentang sebagai bahan campuran oleh kaum Indo-Eropa yang mengadaptasi resepnya . Motif di baliknya tak lepas dari bentuk pengiritan. Penambahan kentang sebagai bahan tentu bisa mengurangi porsi daging cincang. Dalam perkembangannya muncul dan menyebar luas pula versinya yang sekadar berbahan kentang dicampur telur, tanpa menyertakan lagi daging cincang.

Untuk bagian cerita tadi antara lain merujuk penuturan Lorraine Riva pada 4 Mei 2019 via utas unggahan di akun Twitter miliknya, @yoyen. Lorraine adalah seorang perempuan diaspora Indonesia yang sudah lama bermukim di Belanda. Ia adalah putri dari mendiang komikus legendaris Indonesia, Jan Mintaraga.

Berbarengan dengan penyebaran frikadel di Hindia Belanda, lidah para penduduk Nusantara seperti milik orang Jawa, Sunda, dan Melayu ternyata cenderung kesusahan menyebut nama asli si makanan mengikuti pengucapan ala bahasa Belanda. Alhasil muncul versi nama serapan dari adaptasi lidah lokal, yaitu perkedel. Beberapa daerah di sepanjang dua pertiga sisi timur Pulau Jawa malah sering menyebutnya sebagai bergedel.  

Tadi telah pula diceritakan bahwa perkedel alias bergedel sebagai versi lokal Indonesia bagi frikadel malah sudah lazim jika sampai tak menambahkan daging cincang ke dalam campuran kentang dan telurnya. Menimbang hal ini, perkedel alias bergedel dapat bula disebut sebagai bukan lagi turunan dari frikadel. Rasanya bukan berlebih pula jika menyimpulkan bahwa perkedel tanpa daging cincang di Indonesia adalah semacam hasil persilangan antara frikadel dengan kroket. Yang disebutkan terakhir memiliki keterkaitan asal-usul dengan croquettes dalam khazanah boga Prancis, yaitu makanan bulat berisi ragout yang digoreng setelah digulingkan ke dalam putih telur kocok dan bubuk roti.
​
Dalam perkembangannya, perkedel alias bergedel pun tidak melulu memakai bahan kentang. Ada versi dari makanan ini yang justru mensubstitusikan kentang dengan bahan lain seperti tahu dan pipilan jagung.  (Yosef Kelik, Periset di Museum Ullen Sentalu)
0 Comments



Leave a Reply.

    Archives

    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    September 2021
    May 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021

    Categories

    All
    Budaya
    Kesehatan
    Pendidikan
    Sastra
    Sejarah
    Yogyakarta

MUSEUM ULLEN SENTALU
Jl. Boyong Kaliurang, Sleman, DI Yogyakarta

SEKRETARIAT ULLEN SENTALU
Jl. Plemburan 10, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, DI Yogyakarta 55581
T. 0274 880158, 880157
E. ullensentalu@gmail.com, info@ullensentalu.com
Ikuti Ullen Sentalu di:
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak