Manakala muncul di hadapan khalayak ramai, penampilan para bregada prajurit kraton selalu saja memikat mata dan telinga. Jadi magnet juga bagi para pemegang kamera maupun ponsel cerdas untuk lantas melakukan pendokumentasian.
Ya, bagaimana tidak? Masing-masing bregada berbalut seragam warna-warni yang memadukan unsur Jawa dan Eropa. Uniknya lagi, mereka menyandang senjata-senjata kuno: tombak panjang, pedang dan kelewang, gendewa beserta panahnya, hingga bedil jadul panjang yang menurut standar militer modern sudah tak lagi kompatibel untuk dipakai bertempur, bahkan sejak 60-70 tahun silam. Lagi pula, para prajurit kraton selalu berbaris menurut langgam yang memang khas, berbeda sekali dengan baris ala TNI maupun Paskibraka. Salah satu wujud kekhasan tersebut terwakili oleh penggunaan aba-aba berbahasa Jawa. Sebagian dari mereka bahkan memililki gerakan baris yang berupa tarian. Semua itu pun berlangsung dalam iringan bebunyian meriah, hasil dimainkannya macam-macam alat musik yang terdiri dari tambur, suling, terompet, bendhe ukuran besar dan kecil, puikpuik, kecer/simbal, dhodhog, serta ketipung. Secara umum prajurit kraton kini memang sebatas difungsikan sebagai unit seremonial. Peran yang mereka jalankan tak jauh-jauh lagi dari urusan berparade. Dalam konteks Yogyakarta sebagai salah satu daerah tujuan wisata terpopuler di Indonesia, para prajurit kraton secara de facto adalah pula salah satu atraksi wisata lokal yang bersifat teaterikal. Jumlah seluruh prajurit Kraton Yogyakarta saat ini ada di angka sekitar 700 orang. Mereka itu terbagi ke dalam 10 kelompok yang dinamakan sebagai bregada. Masing-masing bregada memiliki panji kebesaran tersendiri. Setiap personelnya pun mengenakan seragam yang khas. Nama-nama sepuluh bregada prajurit yang dimiliki Kraton Yogyakarta sejak 1970-an, atau sejak direaktivasi setelah sempat dibekukan pada masa pendudukan Jepang hingga sepanjang dekade 1960-an, adalah Wirabraja, Dhaeng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Surakarsa, dan Bugis. Istilah bregada sendiri diadopsi dari istilah ‘brigade’—yang dalam khazanah dunia kemiliteran Barat dan kemudian menjadi istilah dunia militer secara internasional—kurang-lebih berarti ‘kelompok tentara yang meliputi sekitar 3-6 batalyon atau setara dengan 3.000-5.500 orang’. Namun, bregada sebagaimana dikenal di kalangan Kraton Yogyakarta adalah penyerapan kata belaka, tetapi tidak mengikuti pengelompokan prajurit sejumah terdefinisi dalam kata sumbernya. Lebih lagi jika merujuk fakta yang ada saat ini, mengingat bahwa seluruh prajurit Kraton Yogyakarta yang berjumlah sekitar 700 orang dibagi ke dalam 10 kelompok, maka bisa dipastikan bahwa jumlah prajurit dalam satu bregada ala kraton jauh lebih sedikit dari jumlah prajurit dalam satu brigade ala militer Barat. Bregada agaknya hanya setara dengan kompi (unit beranggotakan 80-200 prajurit) atau bahkan peleton (unit beranggotakan 15-45 prajurit) dalam formasi prajurit ala militer Barat. Angka yang lebih pasti tentang jumlah personel dalam satu bregada dapat diperoleh dengan dengan merujuk hitungan yang disajikan Yuwono Sri Suwito pada 2009 via buku Prajurit Kraton Yogyakarta: Filosofi dan Nilai yang Terkandung di Dalamnya, yakni di kisaran angka 65 orang. (Yosef Kelik, periset di Museum Ullen Sentalu)
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
May 2024
Categories |