1. Tiong Hwa Hwee Koan (THHK: Perhimpunan Perantau Tiongkok). Organisasi ini terbentuk berkat inisiasi masyarakat Tionghoa di Nusantara atau lazim disebut Tionghoa Peranakan berdiri tahun 1900. Mereka ingin memulihkan memori dan kebanggaan pada tanah leluhur Tiongkok. Melalui organisasi ini, mereka mengembangkan berbagai sekolah sebagai bentuk pendidikan modern bagi anak-anak Tionghoa Peranakan. Pengembangan pendidikan ini juga merupakan bentuk tuntutan kalangan Tionghoa Peranakan terhadap pemerintah kolonial Belanda agar mereka memperoleh status yang sama dengan orang Eropa. Tuntutan mereka terealisasi tahun 1917, meskipun status yang sama hanya berlaku dalam bidang hukum dagang. Supaya lebih bisa mengontrol pergerakan identitas orang-orang Tionghoa, pemerintah kolonial Belanda lantas membentuk sekolah dasar bagi anak-anak Tionghoa (Hollandsch Chineesche School) sejak 1 Mei 1908.
2. Jamiyat Khair. pedagang keturunan Arab di Batavia berdiri 1905. Tujuan organisasi ini menangkis ancaman bisnis dari pedagang Tiongkok sehingga Jamiyat Khair dikenal sebagai organisasi tolong menolong. Kegiatan mereka terwujud dalam bentuk pendirian sekolah-sekolah Islam dan beragam bantuan pendidikan ataupun penerbitan bagi penduduk muslim di Jawa. Salah satu tokoh yang pernah dibantu Jamiyat Khair adalah Raden Mas Tirto Adhi Soerjo. Pada tahun 1907, ia menerima bantuan materiil dan moril untuk menerbitkan koran berbahasa Melayu di Bandung bernama Medan Prijaji. Sosok Tirto Adhi Soerjo adalah tokoh yang menginspirasi sastrawan Pramoedya Ananta Toer untuk menciptakan tokoh Minke dalam novel-novel Tetralogi Buru. 3. Sarekat Dagang Islam (SDI). dagang yang didirikan oleh H. Samanhudi pada 16 Oktober 1905. Bertujuan untuk meningkatkan daya saing para pedagang pribumi muslim di Surakarta. Pada awalnya para perdagang pribumi ini sempat kalah saing dengan pedagang Tiongkok, tetapi setelah SDI menyebar ke berbagai wilayah persaingan bisnis antara pedagang pribumi muslim dan pedagang Tiongkok semakin ketat. T. Shiraishi dalam Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 (1997), menyebutkan bahwa SDI menjadi simbol dari gerakan reformasi dalam tata kelola organisasi Bumiputra di Hindia-Belanda. SDI tidak hanya sekedar menjadi ormas atau asosiasi kelompok dagang tetapi menjadi organisasi nasional pertama yang keanggotaannya cukup kompleks. Hal ini menimbulkan ketakutan di kalangan pemerintah sehingga SDI dilarang pada 10 Agustus 1912. Penjabaran di atas menunjukkan bahwa orientasi identitas berbagai organisasi perintis Kebangkitan Nasional masih primordial, yaitu ras, etnis, agama. Boedi Oetomo pun masih berfokus kepada identitas Jawa sebenarnya, karena masih dalam tataran pembentukan identitas yang mirip dengan yang dilakukan THHK, Jamiyat Khair, juga SDI. RESTU A RAHAYUNINGSIH (Peneliti Museum Ullen Sentalu
1 Comment
|
Archives
December 2024
Categories |