Kemunculan kebaya di Kepulauan Nusantara berawal dari ramainya perdagangan di Selat Malaka semasa Kesultanan Samudra Pasai menjadi kekuatan hegemonik di kawasan perairan tersebut. Ramainya perdagangan itu disertai kehadiran bangsa-bangsa asing. Ini lantas turut mempengaruhi perkembangan budaya berpakaian, tak terkecuali kebaya.
Brilliant Hidayah dalam Budaya Peranakan: Sejarah dan Budayanya (2018) menjelaskan banyak teori berkaitan dengan sejarah kebaya. Teori pertama mengatakan bahwa kebaya berasal dari Tiongkok; kemudian menyebar ke Malaka, Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi. Namun teori ini memiliki kelemahan karena Cina tidak mengenal pakaian yang sepenuhnya mirip dengan kebaya yang kini dikenal di Nusantara. Pada 700 tahun lalu, Tiongkok mengalami banyak peperangan di bawah kekuasaan Dinasti Mongol. Sementara teori kedua datang dari masyarakat Nusantara, khususnya Jawa. Mereka mengatakan bahwa istilah kebaya berasal dari kata “Kebyak” atau “Mbayak”. Namun teori ini juga terpatahkan karena istilah tersebut baru digunakan pada 400 tahun lalu, tepatnya periode Mataram Islam. Sebelum periode tersebut, wanita Jawa masih menggunakan lilitan kain bernama kemben. Lalu darimanakah kebaya berasal? Hidayah (2018) mengatakan bahwa istilah “Kebaya” berasal dari kata “Abaya” yang dalam Bahasa Arab artinya pakaian. Hal ini selaras dengan Catatan Tiongkok masa Dinasti Song (960-1279) yang mengatakan bahwa ada pengkhususan pakaian para utusan kerajaan Jawa, yakni mengenakan pakaian yang mirip dengan pakaian orang Persia. Sumber Tiongkok ini mengindikasikan dua kemungkinan. Pertama, masyarakat Jawa telah memeluk Islam dan berpakaian layaknya orang muslim dari Arab dan Persia. Kedua, masyarakat Jawa hanya mengadopsi budaya berpakaian orang-orang Arab atau Persia tanpa mempermasalahkan kepercayaan mereka (Hindu/Budha). Dengan demikian, “kebaya” dimungkinkan sebagai hasil adaptasi budaya berpakaian dari Asia Barat. Perpustakaan Digital Budaya Indonesia dalam Kebaya Labuh dan Teluk Belanga (2019) menjelaskan bahwa mode pakaian orang Asia Barat pada 700 tahun lalu berupa baju kurung (kaftan): pakaian model tunik berlengan panjang. Mode pakaian ini digunakan dan dikembangkan oleh wanita keturunan Arab dan Persia di Nusantara menjadi mode pakaian yang kemudian disebut “kebaya”. Namun berbeda dengan baju kurung, Hidayah (2018) mengatakan bahwa kebaya memiliki pemisah belahan kain di bagian depan dada dan disatukan dengan kancing maupun peniti. RESTU A RAHAYUNINGSIH (Peneliti Museum Ullen Sentalu)
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
March 2024
Categories |