Gapura Gading Kraton Surakarta maupun Plengkung Gading Kraton Yogyakarta kini sama-sama merupakan kawasan persimpangan ramai yang sehari-harinya dihilir-mudiki aneka kendaraan, termasuk yang keluar-masuk kompleks kraton. Namun, baik Gapura Gading dan Plengkung Gading sejatinya bukan jalur akses biasa. Gerbang selatan kraton Jawa adalah bagian dari filosofi Jawa Sangkan Paraning Dumadi. Gerbang selatan kraton tepatnya melambangkan kembalinya manusia kepada asal muasalnya, yakni Tuhan Sang Maha Pencipta.
Berkaitan dengan filosofi tadi, gerbang selatan kraton Jawa menjadi bagian penting dalam prosesi pengantaran jenazah raja yang meninggal ke lokasi peristirahatan terakhir di Pasarean Imogiri, hasil pembangunan1630-an di masa pemerintahan Sultan Agung. Pengangkutan jenazah mendiang raja Surakarta dan Yogyakarta yang biasanya memakai keretalaya atau kereta jenazah selalu lewat di gerbang selatan kraton. Jenazah Susuhunan Surakarta yang meninggal diangkut lewat Gapura Gading; jenazah Sultan Yogyakarta yang meninggal diangkut lewat Plengkung Gading. Tentang tradisi yang dicuplikkan singkat di atas, Museum Ullen Sentalu mengabadikannya dalam satu lukisan besar yang dapat dinikmati pengunjung yang mengikuti pilihan Tur Vorstenlanden. Lukisan tersebut tepatnya menggambarkan prosesi pemakaman Susuhunan Pakubuwana X pada 1939 ketika keretalayanya melewati Gapura Gading. Karena Gapura Gading di Kraton Kasunanan Surakarta dan Plengkung Gading di Kraton Kasultanan Yogyakarta merupakan bagian penting prosesi pemakaman Susuhunan dan Sultan, maka baik itu Susuhunan dan Sultan yang sedang menjabat haruslah berpantang melewati gerbang selatan istana mereka. Seorang Susuhunan maupun Sultan hanya akan melewati gerbang selatan kompleks istana mereka ketika sudah wafat. (YOSEF KELIK/Periset di Museum Ullen Sentalu)
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
November 2024
Categories |