Apa yang diuraikan KBBI memang benar adanya. Pada 400 tahun yang lalu duit merupakan satuan mata uang terkecil di Belanda dan beberapa wilayah di barat Jerman. Mata uang ini digunakan dalam aktivitas perdagangan orang Belanda pada abad XVII-XVIII Masehi ke beberapa negara, tak terkecuali ke Nusantara. Bahkan kongsi dagang Belanda bernama Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC yang berdiri pada abad tersebut (1602-1799) telah memberlakukan duit sebagai salah satu alat transaksi.
Berdasarkan katalog koleksi Museum Bank Indonesia dalam Lintasan Masa Numismatika Nusantara: Koleksi Museum Bank Indonesia (2015), mata uang duit tertua berasal dari tahun 1720. Mata uang ini berbentuk koin bundar pipih dengan dua sisi, berbahan tembaga, dan memiliki tebal 1 mm. Sisi depan koin bertuliskan kota percetakan: HOL LAN DIA plus tahun cetaknya: 1720, sedangkan sisi belakang memuat figur Singa. Pola yang berbeda dijumpai dari koleksi duit cetakan tahun 1726 dan 1735. Pada tahun tersebut, tulisan HOL LAN DIA diganti dengan logo VOC dan hiasan bunga di antara dua titik pada bagian atasnya. Sementara figur Singa digambarkan dalam garis berbentuk tameng berhiaskan mahkota di atasnya membentuk simbol kerajaan Belanda. Berat dan diameter duit juga mengalami perubahan. Duit cetakan tahun 1720 memiliki berat 2,9 gram dan diameter 22 mm, sedangkan duit cetakan tahun 1726 dan 1735 memiliki berat 2,6 gram dengan diameter 23 mm dan berat 1,7 gram dengan diameter 20 mm. Perubahan-perubahan fisik mata uang duit di atas terjadi karena Nusantara sempat kekurangan mata uang akibat penerapan hak monopoli VOC. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, VOC memesan koin khusus dengan monogram berupa logo VOC dan simbol kerajaan Belanda sekitar tahun 1726 hingga 1794. Bahkan karena banyaknya hambatan pengiriman duit dari Belanda, VOC sempat mengedarkan duit dengan bahan campuran tembaga dan timah yang ditempa di Batavia dan Surabaya. Menjelang akhir kekuasaannya, VOC menghadirkan mata uang duit dengan sisi belakang bertuliskan aksara Arab-Melayu: دويت atau dibaca “Duwit”. Karena keberadaan mata uang beraksara Arab-Melayu ini, Djani A Karim dalam Mata Uang dan Sejarah (1982) jadi menyimpulkan bahwa duwit diserap dari bahasa Arab. Namun kesimpulan Karim tersebut tidak mempunyai sumber pendukung selain duwit beraksara Arab-Melayu yang diedarkan VOC di masa akhir keberadaan mereka. Di sisi lain, pendapat bahwa duit berikhwal dari bahasa Belanda punya dukungan artefak, baik berupa koin duit dari masa awal dan pertengahan masa VOC, bahkan koin duit yang beredar di Eropa sebelumnya. (Restu A Rahayuningsih, Staf Riset Museum Ullen Sentalu) Referensi: Danzinger, Robin L.. 2011. 1700’s Treasure of the Dutch East Indies Company. Newyork, USA: Description Collection of The VOC Copper Duit in Educational Coin Co.. Hermanu. 2013. Seri Lawasan: Uang Kuno. Yogyakarta: Bentara Budaya Yogyakarta Museum Bank Indonesia. 2015. Lintasan Masa Numismatika Nusantara: Koleksi Museum Bank Indonesia. Jakarta: Museum Bank Indonesia. Shimada, Ryūto. 2006. The Intra-Asian Trade in Japanese Copper by the Dutch East India Company During the Eighteenth Century. Leiden: Brill Academic Publishers.
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
November 2024
Categories |