Jung si kapal besar tadi tidak hanya digunakan untuk pelayaran antar pulau, tetapi juga digunakan untuk berperang. Sejarawan H.J. de Graaf dalam Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung (1990), menyebutkan putri Raja Demak bernama Ratu Kalinyamat, melakukan serangan kepada Portugis di Malaka dengan 40 kapal perang dan sekitar 5.000 orang prajurit pada tahun 1511. Ia juga melakukan serangan ke-2 pada tahun 1574, dengan 300 kapal dan 15.000 prajurit. Serangan Ratu Kalinyamat ini membuat Portugis takut dan jera sehingga Pulau Jawa terbebas dari penjajahan Portugis. Sekelumit kisah ini membuktikan bahwa masyarakat Jawa abad XVI memiliki kemampuan maritim yang setara bangsa-bangsa lain di Dunia.
Penggunaan moda transportasi air baik di sungai dan laut berlangsung hingga periode Mataram Islam. Darsiti Soeratman dalam Kehidupan Dunia Kraton Surakarta, 1830-1930 (1989) menyebutkan bahwa penjemputan putri Madura (kelak Permaisuri Sunan Pakubuwono VII) oleh wakil-wakil keraton Surakarta dilakukan memakai kapal menyusuri Bengawan Solo. Soeratman (1989) juga mencatat kapal besar yang digunakan untuk tempat pengantin wanita saat itu bernama Kapal Rajamala. Dalam penjemputan ini, Kapal Rajamala diiringi perahu-perahu yang dihias sehingga perjalanan menjadi megah dan semarak. Selain moda transportasi air, kereta kuda di periode Mataram juga mengalami perkembangan. Kereta kuda yang diminati raja-raja Mataram bukan lagi buatan lokal, tetapi kereta kuda buatan Eropa yang pemesanannya memakan waktu 1-2 tahun. Contohnya kereta kebesaran Garudhakencana di Keraton Surakarta yang dipesan Sunan Pakubuwana VII dari pabrik M.L. Hermans di s-Gravenhage, Belanda. Kereta itu seharga f 30.000 atau sekitar 400an juta rupiah sekarang (Soeratman 1989:151). Meski tergolong mahal, harga ini terbayar dengan kewibawaan, kekuasaan, dan kekayaan raja yang diakui rakyatnya. Legitimasi raja seperti ini semakin kuat karena sesuai aturan keraton, kereta raja umumnya juga ditarik 8 ekor kuda. Jumlah kuda ini lebih banyak dibanding jumlah kuda yang digunakan untuk menarik kereta keluarga keraton lainnya. Kuda yang digunakan pun bukan kuda lokal, tetapi kuda yang didatangkan langsung dari Australia (Soeratman 1989:164). Dengan demikian legitimasi kekuasaan berwujud bendawi masih berlangsung hingga periode ini. (BERSAMBUNG)
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
March 2024
Categories |