Tilas dari konsep tradisional Jawa tadi adalah kota-kota yang pernah atau masih menjadi pusat Kerajaan Mataram Islam (1586-1755). Kotagede, Kartasura, Surakarta alias Solo, dan Yogyakarta merupakan contoh-contohnya.
Kota ini tidak hanya memiliki tembok sebagaimana deskripsi kota di atas tetapi justru sudah memenuhi definisi lengkap sebuah kota sebagaimana KBBI (1989:463), yakni terdiri atas bangunan rumah yang merupakan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat dan daerah yang merupakan pusat pemerintahan, ekonomi, dan kebudayaan. Di luar definisi itu, kota-kota Mataram Islam juga memiliki bentuk, struktur, dan konsep yang sakral. Hal ini berkaitan dengan posisi kepala pemerintahan (raja) dalam sistem kekuasaan Islam di Jawa, yakni dianggap sebagai khalifah atau pemimpin atau wakil Tuhan di dunia. Oleh karena itu, keyakinan dan kebijakan seorang raja yang memiliki “daya bentuk” umumnya berpengaruh pada perkembangan identitas suatu kota. Kota-kota Pusat Pemerintahan Mataram Islam Terkait identitas kota-kota Mataram Islam, Inajati Adrisijanti dalam disertasinya yang berjudul Kota Gede, Plered, dan Kartasura sebagai Pusat Pemerintahan Kerajaan Mataram Islam (±1578 TU-1746 TU): Suatu Kajian Arkeologis (1997) telah mengkaji tiga diantara lima kota pusat pemerintahan yang berkembang pada periode awal Kerajaan Mataram Islam. Ketiganya adalah kawasan Kotagede, Kota Plered, dan Kota Kartasura. Ketiga kota tadi memiliki tatanan yang memiliki benang merah dan kemiripan dengan komponen dan susunan spasial dari kota-kota pewarisnya, Surakarta dan Yogyakarta. Kalaupun ada perbedaan, mungkin disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam karyanya yang berjudul Arkeologi Perkotaan Mataram Islam (2000), Inajati Adrisijanti mengatakan bahwa komponen utama yang menjadi ciri-ciri kota yang bernafaskan Islam, yakni adanya masjid dan makam. Namun, dalam perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Jawa terdapat beberapa kali perpindahan kota. Kota Islam awalnya mengambil banyak tempat di wilayah pantai seperti Demak. Kemudian berpindah ke Pajang dan Mataram Islam yang berada di Pedalaman. Perpindahan dari Pesisir ke Pedalaman ini mempengaruhi corak kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakatnya. Salah satunya terlihat dari kuatnya muatan budaya lokal dalam arsitektur Islam di Mataram Islam yang membedakannya dengan arsitektur Islam di tanah asal Islam “dilahirkan”. (RESTU A RAHAYUNINGSIH/Peneliti Museum Ullen Sentalu).
1 Comment
10/3/2024 01:40:17 pm
Sebuah catatan dan pengetahuan yang menambah hasanah keilmuan saya sebagai pembaca dan mahasiswa perencanaan wilayah dan kota. Terimakasih kak
Reply
Leave a Reply. |
Archives
November 2024
Categories |