ULLEN SENTALU
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak

KAJIAN

Artikel Riset Museum Ullen Sentalu tentang Jawa dan Nusantara

Evolusi Teknik Pembuatan Batik Jawa

28/10/2022

0 Comments

 
Picture
Rambataning titik (susunan titik), begitulah orang Jawa mendefinisikan tentang batik. Busana yang lekat dengan kultur Jawa ini memang identik dengan gambar yang ditulis pada kain sebagai perintang warna untuk menghasilkan motif tertentu. Jika saat ini kita mengenal perintang warna batik berupa lilin atau malam, maka nenek moyang kita menggunakan bahan perintang warna dengan teknik yang lebih sederhana.  
Reins Heringa dalam The Historical Background of Batik on Java (1997:32-33) menyebutkan bahwa teknik awal pembuatan batik di Jawa masih bertahan dalam pembuatan kain simbut atau simbue oleh Suku Baduy, Jawa Barat abad XVII. Kain ini dibuat dengan perintang berupa pasta dari beras ketan dan gula, lalu diaplikasikan dengan tongkat bambu atau hanya digambar dengan jari. Kain ini diberi pewarna alami merah atau biru dengan cara menggosokkan ke kain. Kain ini berakar dari zaman neolitik dan dikembangkan penutur bahasa Austronesia.
 
Model pembuatan batik seperti di atas juga muncul dalam objek serupa yang dijumpai di Tiongkok dan India. Rushyan Ren dalam Batik in China (2019) mengatakan bahwa orang Tionghoa masa Dinasti Tang (618-907) mengenal kain sejenis batik bernama la ran. La ran dibuat menggunakan lilin lebah atau lilin cacing sebagai perintang warna, serta pisau kuningan bentuk setengah lingkaran atau kapak digunakan untuk menyendok lilin tersebut dan ditorehkan pada kain. Sementara, Joanna Barrkman dalam Indian Patola and Trade Cloth Influence on Textiles of the Atoin Meto People of West Timor (2009) mengatakan kain patola dan chintz/sembagi abad XVII di Gujarat, India dibuat dengan perintang lilin lebah atau tepung dan dioleskan ke kain dengan balok cetak kayu atau kuas (pena) dari bambu. 
 
Bentuk batik tercanggih di Jawa dijumpai pada abad XVII. Saat itu, batik digambar tangan dengan bantuan wadah lilin kuningan yang kemudian dikenal dengan nama canthing. Penemuan canthing mendorong penciptaan batik dengan beragam motif. Bahkan batik pasisir mulai diproduksi secara komersial di pembatikan milik orang-orang Peranakan Tionghoa, Indo-Eropa, ataupun Keturunan Arab di Pesisir Utara Jawa. Mereka adalah bagian dari perkembangan lebih baru dalam dunia batik. 
 
Henk Schulte Nordholt dalam Outward Appearances: Tren, Identitas, Kepentingan (2005) mengatakan bahwa batik pasisir awalnya hanya melayani preferensi strata menengah ke atas di antara penduduk etnis campuran. Namun, setelah peristiwa Java Oorlog atau Perang Jawa (1825-1830) di luar batik kraton yang merupakan pakaian eksklusif keluarga kerajaan dan bangsawan Jawa, orang-orang Belanda menjadikan batik pasisir sebagai pakaian pilihan untuk kaum wanitanya dan pakaian santai bagi kaum prianya.
 
Industri batik pasisir mengalami kejayaan pada tahun 1890-1910 karena batik menjadi busana yang menyebar ke semua kelas sosial. Wanita ningrat Jawa mengenakan kain batik kraton (Vorstenlanden), wanita Indo-Eropa mengenakan batik Indo-Eropa, dan wanita Peranakan Tionghoa mengenakan batik Peranakan Tionghoa. Berbeda dari kalangan ini, pengurus rumah tangga Belanda menggunakan batik cap dan wanita Jawa biasa mengenakan kain batik produksi pabrik (imitasi batik dari Belanda).  Untuk itu, bisa dikatakan pada masa transisi abad XIX dan XX, masyarakat Jawa mengenal beragam teknik untuk membatik dan produk batik yang dihasilkan dari setiap teknik membatik akan menentukan status pemakainya. (RESTU A RAHAYUNINGSIH, Periset Museum Ullen Sentalu).
0 Comments



Leave a Reply.

    Archives

    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    September 2021
    May 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021

    Categories

    All
    Budaya
    Kesehatan
    Pendidikan
    Sastra
    Sejarah
    Yogyakarta

MUSEUM ULLEN SENTALU
Jl. Boyong Kaliurang, Sleman, DI Yogyakarta

SEKRETARIAT ULLEN SENTALU
Jl. Plemburan 10, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, DI Yogyakarta 55581
T. 0274 880158, 880157
E. ullensentalu@gmail.com, info@ullensentalu.com
Ikuti Ullen Sentalu di:
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak