ULLEN SENTALU
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak

KAJIAN

Artikel Riset Museum Ullen Sentalu tentang Jawa dan Nusantara

Dari Perkawinan Campuran Menjadi Budaya Campur

13/10/2022

0 Comments

 
Picture
Raden Saleh, dokter Abdoel Rivai, dokter Tjipto Mangoenkoesoemo, dokter Soetomo, dan Sultan Sjahrir, adalah para tokoh bangsa Indonesia yang memiliki pengalaman  menikah dengan perempuan berdarah Eropa pada era kolonial. Perkawinan campur antara laki-laki pribumi, kuantitasnya meningkat setelah para perempuan Eropa berdatangan ke Hindia Belanda akibat pemotongan waktu berlayar setelah pembukaan Terusan Suez pada 1868. 
Sebelum itu, ada banyak hambatan bagi perempuan Eropa untuk pergi ke  negeri jajahan, salah satunya ya terlalu lamanya perjalanan laut yang mesti ditempuh. Karena itu para laki-laki Eropa menjadikan perempuan pribumi sebagai istri maupun nyai. 

Perempuan Jawa yang diperistri oleh laki-laki Eropa bahkan sampai ada yang datang dari kalangan bangsawan tinggi. Satu contohnya adalah Raden Ayu Tjandrakoesoema dari Kasunanan Surakarta. Raden Ayu tersebut pada 1835 menikah dengan pria keturunan Belanda yang berprofesi sebagai pengusaha perkebunan di Boyolali, Johannes Augustinus Dezentje. 

Perkawinan campuran awalnya dianggap “tabu” karena siapapun pribumi yang akan menikah dengan orang Eropa harus mendapatkan izin dari gubernur jendral. Praktik kawin campur menjadi semakin umum dilakukan pada awal abad XX dan menguatkan hubungan antara Belanda dan Indonesia. Adanya perkawinan orang Belanda-Indonesia melahirkan sebuah akulturasi budaya yang disebut budaya Indis. Perkawinan campuran jelas turut bertanggung jawab atas perkembangan budaya Indis di Indonesia. 

Jawa dikenal dengan sifat savoir vivre (lapang dada) terhadap budaya yang datang ke wilayahnya membuat perkembangan budaya Indis di Jawa lebih variatif dari wilayah lain. Perkawinan individu yang berujung ke perkawianan budaya memiliki warna dalam kehidupan masyarat di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari bentuk budaya Indis dapat dilihat. Kebaya yang sebenarnya merupakan hibrida budaya Arab, Portugis, India, dan Tionghia yang kemudian digunakan oleh perempuan Jawa, Eropa, dan Tionghoa. 

Djoko Soekiman dalam bukunya Kebudayaan Indis: Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi (2014) memuat contoh dari budaya yang muncul akibat kontak Belanda-Indonesia. Bahasa, Pekerjaan, Pendidikan, Seni, Gaya Hidup, Kehidupan rohani, Kuliner hingga Arsitektur adalah bentuk budaya Indis yang muncul di Indonesia. Gaya arsitektur yang memadupadankan Eropa dan Indonesia dikenal dengan gaya asritektur Indische Landhuizen atau Indische Huizen.

Gaya bangunan Indis dapat dijumpai pada kompleks perumahan di daerah Kotabaru, Yogyakarta. Bentuk aktualisasi dari budaya Indis juga dapat ditemui pada Esther Huis, sebuah bangunan di Museum Ullen Sentalu yang memajang koleksi tentangbudaya Indis: mebel dari era Kolonial, peralatan saji untuk menikmati teh maupun kopi, juga batik serta kebaya peranakan Indo Eropa maupun peranakan Tionghoa. Bangunan Esther Huis dapat dikunjungi manakala memiliki paket tur Vorstenlanden.  (ANUGRAH SATRIO, Mahasiswa Program Studi sejarah, UGM. Magang Museum Ullen Sentalu 2022)

Referensi
Djoko Soekiman. (2014). Kebudayaan Indis: Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi. Depok: Komunitas Bambu.
Lombard Denys. (2008). Nusa Jawa: Silang Budaya Batas-batas Pembaratan. Jakarta: Gramedia Pustaka.
R.O.G Benedict Anderson. (1969). Mythology and Tolerance of the Javanese. New York: Cornel University.
Van Bruggen, M.P dan Wassing, E..A.(1998). Djokja Solo, Beeld van Vorstenlanden. Netherlands: Asia Maior.

0 Comments



Leave a Reply.

    Archives

    February 2023
    January 2023
    December 2022
    November 2022
    October 2022
    September 2022
    August 2022
    July 2022
    June 2022
    May 2022
    March 2022
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    September 2021
    May 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021

    Categories

    All
    Budaya
    Kesehatan
    Pendidikan
    Sastra
    Sejarah
    Yogyakarta

MUSEUM ULLEN SENTALU
Jl. Boyong Kaliurang, Sleman, DI Yogyakarta

SEKRETARIAT ULLEN SENTALU
Jl. Plemburan 10, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, DI Yogyakarta 55581
T. 0274 880158, 880157
E. ullensentalu@gmail.com, info@ullensentalu.com
Ikuti Ullen Sentalu di:
  • Home
  • Berkunjung
  • Museum
  • Kajian
  • Kontak