Toponim Yogyakarta menjadi komplementer bagi toponim Mataram karena Sultan Hamengkubuwana I menyematkan nama tersebut untuk ibukota kerajaaan barunya, yang dibangun di Alas Beringan . Daerah yang dipilih Sultan Hamengkubuwana I sebagai tapak ibukotanya tadi sebenarnya tidak sepenuhnya hanya berupa hutan. Di situ, tepatnya di bagian bermata air bernama Umbul Pacetokan, telah ada suatu pesanggarahan yang dinamai Garjitawati dan dimanfaatkan para penguasa Mataram untuk sebagai salah satu titik perhentian dalam jalur menuju Kompleks Pemakaman Imogiri.
Yogyakarta sebagai suatu toponim aslinya terbentuk dari dua kata, yogya dan karta. Dua kata tadi dikenal dalam bahasa Jawa dan bahasa Kawi, juga memiliki akar etimologi dalam bahasa Sanskerta. Merujuk halaman 61-64 buku Dari Kabanaran Menuju Yogyakarta garapan Revianto Budi Santosa dkk dan diterbitkan pada 2008 oleh Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Kota Yogyakarta, kata Yogya atau Ngayogya bersumber dari nama Ayodhya yang merupakan nama kerajaan berpenguasa Sri Rama dalam epos Ramayana karya Walmiki. Ayodhya dalam Sanskerta secara spesifik bermakna “tidak berperang maupun bermusuhan”, dengan kata lain dapat pula diartikan sebagai “damai”. Perihal alasan pemilihan penamaan yang bertalian dengan Ayodhya-nya Sri Rama tadi, Revianto Budi Santosa dkk menafsirkannya sebagai sebentuk pengharapan bahwa pendirian kota Yogyakarta dianggap upaya pemulihan tatanan peradaban, memerbaiki apa yang rusak dalam tahun-tahun pertikaian panjang Perang Suksesi Jawa III. Dalam versi nama lengkap Yogyakarta Hadiningrat atau Ngayogyakarta Hadiningrat, masih merujuk Revianto Budi Santosa dkk dalam Revianto Budi Santosa dkk, nama negeri dan kota yang didirikan Sultan Hamengkubuwana I ini dapat ditafsir sebagai “tempat baik dan sejahtera yang menjadi suri tauladan keindahan alam semesta”. Makna tadi agaknya bersumber dari kata yogya dalam bahasa Kawi serta Sanskerta yang berarti “tepat; layak; mampu; berguna”, sebagaimana tercantum dalam Old Javanese-English Dictionary karya PJ Zoetmulder dan SO Robson, juga dalam The Practical Sanskrit-English Dictionary karta VS Apte . Sebagai suatu toponim, Yogyakarta yang terdiri atas empat suku kata terbilang panjang. Ngayogyakarta selaku versi yang lebih kental nuansa bahasa Jawanya lebih panjang lagi dengan terdiri lima suku kata. Tak mengherankan bahwa toponim Yogyakarta maupun Ngayogya itu dalam penggunaan sehari-hari di dalam masyarakat lantas memiliki versi ringkasnya. Di kalangan warga lokal sekitaran Yogyakarta dan penutur bahasa Jawa, ada dikenal penyebutan Yoja. Lalu, untuk penutur bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa sebelum masuk tahun 2000-an, penyebutan Yogya dan Jogja terbilang sama-sama banyak digunakan sebagai versi pendek Yogyakarta. Kita bisa melihat beberapa contohnya pada 1990-an, tatkala pernah ada koran bernama Yogya Post, lalu pada 1990 ada lagu Yogyakarta dari grup Kla Project yang menjadi hits dan dalam liriknya memuat pula kata “Jogja”. Memasuki tahun-tahun 2000-an, Jogja sebagai versi pendek Yogyakarta menjadi begitu dominan. Ini tak lepas dari kampanye pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. yang memilih membakukan jenama Jogja sejak 2001. Awalnya jenama Jogja tadi didampingi semboyan “Never Ending Asia”, tapi setelah berjalan lebih dari satu dekade diganti menjadi semboyannya menjadi “Istimewa”. Saking populernya toponim versi ringkas Jogja, sejumlah pihak jadi ada yang menyebut toponim kota dan provinsi menjadi Jogjakarta. Ini sesuatu yang keliru. Versi panjang dari Jogja, Yogya, maupun Yoja yang tepat ya adalah Yogyakarta. Bagaimanapun Jogjakarta sekadar versi penulisan tidak tidak tepat dari Yogyakarta. Jadi, jangan dibiasakan menyebut Yogyakarta sebagai Jogjakarta ya … . (Yosef Kelik, Periset di Sekretariat Museum Ullen Sentalu)
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
May 2024
Categories |